3-3-2012
Ini pertama kalinya mama, papa, kakak, saya dan pacar saya berkumpul. Biasanya hanya keluarga saya dan pacar kakak saya, tapi kali ini pacar saya bisa bertemu dengan orangtua saya. Hanya karena kerupuk Teripang. Lumayan aneh ya? Tapi ini kenyataan!
Hubungan sama si dia sudah lebih dari dua tahun, banyak hal yang enggak bisa di ceritakan satu persatu. Dari cerita bahagia, sedih, kecewa, memalukan, lucu, manis dan pahit. Dari semua lelaki yang ada di dunia, rasanya hatiku sudah berhenti di dia. Entah ada apa dari dia yang spesial, tapi sesuatu itu yang membuat saya bertahan dan dapat banyak pelajaran berharga.
Hari ini rencana memang mau ketemu dia, walaupun dia sibuk karena harus meghadiri acara di sekolah keponakannya. So, acara ketemuan rada telat! Waktu berjalan pukul 11am, kami menentuan tempat untuk bertemu. Karena saya kurang faham nama jalan, (hanya tau lokasi) jadi si dia terlewat. Jalan dari rumahnya, ke kost sekitar dua jam. Wah, pengorbanannya lumayan deh. Karena si dia juga ngebawa kardus yang isi kerupuk Teripang sepuluh bungkus.
Singkat cerita, kami ketemu and langsung berangkat ke rumah Oom ku yang ada di salah satu daerah di Surabaya. Walaupun GPS sudah aktif, tapi kalau bingung baca GPS bisa tersasar juga lho! And salah satu korbannya adalah saya! Samsung Galaxy Gio and Galaxy Note tetap tak bisa membantu saya kalau saya buta akan peta. :D
Nggak lama, kakak saya tanya orang and akhirnya sampai juga ke rumah oom yang ternyata deket sama daerah kami tersasar.
Sesampai di rumah Oom, ada sampah besar dan kami tidak bisa lewat. Akhirnya motor di tinggal dan tidak lama motor di bawa Oom ke depan rumahnya lewat jalan lain. Tidak lama, kami semua makan sayur selada air dan ayam. Wah, serasa di Malang (lupa nama resto-nya) satu makanan harganya 200.000. OMG!
Selesai makan, kami pulang. Tapi mama and papa naik angkot, karena motor hanya dua dan helm hanya 3. Sesampai di tengah jalan, dia membelikan durian untuk kakak ku. Beli empat durian seharga 55.000. Tapi hanya 1 durian yang waras dan bisa di makan.
sekitar pukul 4.30pm, duduk berdua di luar sama dia. Dia tanya " Kamu cinta aku?". Heran! Kaget! Apa perlu loe tanya itu ke gue. "Sadar WOY, Gue cinta mati ke Loe, kenapa loe harus tanya itu ke gue." Itu sih teriakan ku dalam hati. Tapi akhirnya, aku cuma bisa diam,! Akhirnya air mata mengalir, karena teringat semua masa lalunya. Gimana gue nggak nangis, loe satu-satunya dalam hidup gue, tapi apa yang loe lakui disaat gue jauh. -Skip cerita-
Memudarkan suasana, Galaxy note keluar and buka games, Where`s my water? Mainan buaya mandi itu loh. haha..
Nggak lama, Maghrib tiba, doi ijin pulang deh. Mama papa awalnya tidur, makanya doi pulang rada larut. Niatnya jam 5pm mau pulang. Haha.. Tapi gue seneng dia lama disini. :)
Jumlah penayangan
Pengunjung terakhir dari
Sabtu, 03 Maret 2012
Jumat, 02 Maret 2012
Rebab dan Cinta
Alkisah, sayup-sayup terdengar suara merdu musik gesek di tengah keramaian jalan di sebuah kota. Orang-orang terhanyut mendengar alunan musik yang terasa menyedihkan di telinga. Selesai memainkan musiknya, terdengar tepuk tangan orang-orang di situ. Pemuda itu pun berdiri dan membungkukkan badannya, mengucap terima kasih atas penghargaan yang diberikan.
Salah seorang penonton setengah baya, yang telah beberapa saat mengamati si pemuda bermain musik, bertanya kepadanya, "Anak muda, engkau tampaknya bukan penduduk sini. Permainan musikmu bagus sekali! Apa yang hendak kamu sampaikan lewat lagu sedih yang kamu mainkan tadi?"
"Saya memang bukan penduduk sini Tuanku, saya dari desa sebelah yang sedang tertimpa musibah."
"Kamu ingin uang receh sebagai gantinya?"
"Tidak Tuanku, tidak. Saya tidak menjual musik demi uang recehan..."
"Lalu untuk apa kamu bermain musik di tengah keramaian ini?" lanjutnya bertanya.
"Sebenarnya, saya bermaksud ingin menjual alat musik ini. Saya sengaja bermain musik agar calon pembeli bisa mendengarkan merdunya alat musik kesayangan saya ini," jawab si pemuda seraya mengangsurkan alat musiknya kepada tuan penanya.
Sambil menerima dan meneliti alat musik tersebut, sang tuan kembali berkata, "Bila alat musik ini kesayanganmu, kenapa engkau rela untuk menjualnya?"
"Tolong saya Tuan, istri saya sedang menunggu kelahiran anak kami. Walaupun alat musik ini adalah harta terakhir yang sangat saya sayangi, tetapi saya tahu, saya pasti lebih mencintai istri dan anak saya. Demi sebuah kehidupan baru, rasanya layaklah pengorbanan ini," jawabnya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah menimbang beberapa saat, sang tuan merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan kepingan emas. "Terimalah uang ini untuk membantu kelahiran anakmu!"
Segera diterimanya uang itu, dan si pemuda berseru gembira: "Terima kasih banyak Tuan! Sebagai hadiah, saya berjanji akan mengajar memainkan alat musik ini kepada Tuan."
Dengan tangan yang lain, alat musik dikembalikan kepada si pemusik.
Si pemuda kebingungan bertanya, "Apa yang salah, Tuan? Anda tadi sudah mendengar suaranya yang merdu kan?"
"Hahaha, saya sengaja membayarmu untuk menyimpan alat musik ini. Karena alat ini tempatnya adalah di tanganmu. Saya yakin, tak seorang pun mengenal dan bisa memainkannya sebagus dirimu. Kerelaan menyerahkan hartamu yang paling berharga, demi cinta yang kau berikan adalah layak untuk upah yang saya berikan kepada kamu."
Si pemuda terbata-bata bertanya, "Tuan, bagaimana saya membalas kebaikan ini?"
"Anak muda, berikan cinta kepada anakmu dan limpahkan kasih sayang kepada istrimu, dengan begitu kamu telah melunasi kebaikanku," ucap tuan penolong sambil beranjak pergi meninggalkan si pemuda yang masih terkesima.
- artikel : catatan andrie wongso.
Salah seorang penonton setengah baya, yang telah beberapa saat mengamati si pemuda bermain musik, bertanya kepadanya, "Anak muda, engkau tampaknya bukan penduduk sini. Permainan musikmu bagus sekali! Apa yang hendak kamu sampaikan lewat lagu sedih yang kamu mainkan tadi?"
"Saya memang bukan penduduk sini Tuanku, saya dari desa sebelah yang sedang tertimpa musibah."
"Kamu ingin uang receh sebagai gantinya?"
"Tidak Tuanku, tidak. Saya tidak menjual musik demi uang recehan..."
"Lalu untuk apa kamu bermain musik di tengah keramaian ini?" lanjutnya bertanya.
"Sebenarnya, saya bermaksud ingin menjual alat musik ini. Saya sengaja bermain musik agar calon pembeli bisa mendengarkan merdunya alat musik kesayangan saya ini," jawab si pemuda seraya mengangsurkan alat musiknya kepada tuan penanya.
Sambil menerima dan meneliti alat musik tersebut, sang tuan kembali berkata, "Bila alat musik ini kesayanganmu, kenapa engkau rela untuk menjualnya?"
"Tolong saya Tuan, istri saya sedang menunggu kelahiran anak kami. Walaupun alat musik ini adalah harta terakhir yang sangat saya sayangi, tetapi saya tahu, saya pasti lebih mencintai istri dan anak saya. Demi sebuah kehidupan baru, rasanya layaklah pengorbanan ini," jawabnya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah menimbang beberapa saat, sang tuan merogoh kantong bajunya dan mengeluarkan kepingan emas. "Terimalah uang ini untuk membantu kelahiran anakmu!"
Segera diterimanya uang itu, dan si pemuda berseru gembira: "Terima kasih banyak Tuan! Sebagai hadiah, saya berjanji akan mengajar memainkan alat musik ini kepada Tuan."
Dengan tangan yang lain, alat musik dikembalikan kepada si pemusik.
Si pemuda kebingungan bertanya, "Apa yang salah, Tuan? Anda tadi sudah mendengar suaranya yang merdu kan?"
"Hahaha, saya sengaja membayarmu untuk menyimpan alat musik ini. Karena alat ini tempatnya adalah di tanganmu. Saya yakin, tak seorang pun mengenal dan bisa memainkannya sebagus dirimu. Kerelaan menyerahkan hartamu yang paling berharga, demi cinta yang kau berikan adalah layak untuk upah yang saya berikan kepada kamu."
Si pemuda terbata-bata bertanya, "Tuan, bagaimana saya membalas kebaikan ini?"
"Anak muda, berikan cinta kepada anakmu dan limpahkan kasih sayang kepada istrimu, dengan begitu kamu telah melunasi kebaikanku," ucap tuan penolong sambil beranjak pergi meninggalkan si pemuda yang masih terkesima.
- artikel : catatan andrie wongso.
Categories
Artikel
Langganan:
Postingan (Atom)